PELAPORAN AUDIT DAN
PENDAPAT AUDIT
A.
PELAPORAN AUDIT
1.
Pengertian Laporan Audit
Laporan audit adalah media formal yang digunakan oleh
auditor dalam mengkomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan tentang
kesimpulan atas laporan keuangan yang di audit. Dalam menerbitkan laporan
audit, auditor harus memenuhi empat standar pelaporan yang ditetapkan dalam
standar auditing yang berlaku umum.
Laporan audit adalah suatu media yang dipakai oleh
auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya. Dalam laporan
tersebut auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan
auditan (Mulyadi, 2002).
Laporan hasil audit adalah merupakan salah satu tahap
paling penting dan akhir dari suatu pekerjaan audit. (Halim,
2013) dalam setiap tahap audit akan selalu terdapat dampak psikologis
bagi auditor maupun audit. Dampak psikologis dalam tahapan persiapan audit dan
pelaksanaan audit dapat ditanggulangi pada waktu berlangsungnya audit. Tetapi
dampak psikologis dari laporan hasil audit, penanggulangannya akan lebih sulit
karena:
a.
Waktu audit sudah selesai
b.
Laporan merupakan salah satu bentuk komunikasi
tertulis, formal, sehingga auditor tidak dapat mengetahui reaksi audit secara
langsung.
c. Laporan telah didistribusikan kepada berbagai pihak
sehingga semakin banyak pihak yang terlibat.
Menurut (Rustendi, 2017) guna menghindari kesalahan atau
kelalaian, misalnya kekeliruan dalam interpretasi atau informasi penting atau
substansial yang tidak disajikan sebagaimana mestinya, maka draft laporan hasil
audit berikut hasil pembahasan dengan manajemen audit dalam post audit
meeting, harus direview dan disetujui oleh kepala bagian audit internal. Review
yang dimaksud meliputi aspek:
a.
Konsistensi hasil audit dengan ruang lingkup dan tujuan
penugasan audit.
b.
Kualitas kesimpulan dalam menjawab masalah yang
memiliki tautan ke risiko signifikan dan prioritas strategis organisasi.
c.
Kesesuaian pelaksanaan penugasan dengan standar audit
yang berlaku, termasuk kepatuhan auditor terhadap kode etik profesi.
d.
Kesesuaian pendapat dengan kesimpulan hasil audit dan
temuan audit yang didukung dengan bukti audit yang meyakinkan.
e.
Tanggapan manajemen audit (bila ada) berkenaan dengan
temuan audit dan kesimpulannya.
f.
Proporsionalitas informasi yang disajikan dalam laporan
hasil audit yang berkenaan dengan temuan audit yang bersifat positif dan temuan
audit yang bersifat negatif berupa eksepsi dan defisiensi, serta objektivitas
dalam menyajikan kesimpulan dan pendapat (Rustendi, 2017).
2.
Karakteristik Laporan Hasil Audit Internal
Karakteristik
yang harus dipenuhi oleh suatu laporan hasil audit yang baik ialah:
a.
Arti Penting
Hal – hal yang dikemukan dalam laporan hasil audit harus
merupakan hal yang menurut pertimbangan auditor cukup penting untuk dilaporkan.
Hal ini perlu ditekankan agar ada jaminan bahwa penerima laporan yang waktunya
sangat terbatas akan menyempatkan diri untuk membaca laporan tersebut.
b.
Tepat-waktu dan kegunaan laporan
Kegunaan laporan merupakan hal yang sangat penting. Untuk
itu, laporan harus tepat waktu dan disusun sesuai dengan minat serta kebutuhan
penerimaan laporan, terlepas dari maksud apakah laporan ditujukan untuk
memberikan informasi atau guna merangsang dilakukannya tindakan konstruktif.
c.
Ketepatan dan kecukupan bukti pendukung
Ketepatan laporan diperlukan untuk menjaga kewajaran dan
sikap tidak memihak sehingga memberikan jaminan bahwa laporan dapat diandalkan
kebenarannya. Laporan harus bebas dari kekeliruan fakta maupun penalaran. Semua
fakta yang disajikan dalam laporan harus didukung dengan bukti–bukti objektif
dan cukup, guna membuktikan ketepatan dan kelayakan hal-hal yang dilaporkan.
d.
Sifat menyakinkan
Temuan, kesimpulan dan rekomendasi harus disajikan secara
menyakinkan dan dijabarkan secara logis dari fakta–fakta yang ditemukan.
Informasi yang disertakan dalam laporan harus mencukupi agar menyakinkan pihak
penerima laporan tentang pentingnya temuan–temuan, kelayakan kesimpulan serta
perlunya menerima rekomendasi yang diusulkan.
e.
Objektif
Laporan hasil audit harus menyajikan temuan–temuan secara
objektif tanpa prasangka, sehingga memberikan gambaran (perspektif) yang tepat.
f.
Jelas dan sederhana
Agar dapat melaksanakan fungsi komunikasi secara efektif,
pelaporan harus disajikan sejelas dan sesederhana mungkin. Ungkapan dan gaya
bahasa yang berlebihan harus dihindari. Apabila terpaksa menggunakan
istilah–istilah teknis atau singkatan–singkatan yang tidak begitu lazim, harus
didefinisikan secara jelas.
g.
Ringkas
Laporan hasil audit tidak boleh lebih panjang dari pada
yang diperlukan, tidak boleh terlalu banyak dibebani rincian (kata-kata,
kalimat, pasal atau bagian-bagian) yang tidak secara jelas berhubungan dengan
pesan yang ingin disampaikan, karena hal ini dapat mengalihkan perhatian
pembaca, menutupi pesan yang sesungguhnya, membingungkan atau melenyapkan minat
pembaca laporan.
h.
Lengkap
Walaupun laporan sedapat mungkin harus ringkas namun
kelengkapannya harus tetap dijaga, karena keringkasan yang tidak informative
bukan suatu hal yang baik. Laporan harus mengandung informasi yang cukup guna
mendukung diperolehnya pengertian yang tepat mengenai hal-hal yang dilaporkan.
Untuk itu perlu diserahkan informasi mengenai latar belakang dai pokok-pokok
persoalan yang dikemukakan dan memberikan tanggapan positif terhadap
pandangan-pandangan pihak objek audit atau pihak lain yang terkait. Dalam
bahasa yang lain, dapat dinyatakan bahwa laporan hasil audit seyogyanya
mempunyai karakteristik: accurate,
clear and concise, complete, objective, constructive, dan prompt.
i.
Nada yang konstruktif
Sejalan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan
mutu pelaksanaan kegiatan dari objek audit, maka laporan hasil audit harus
disusun dengan nada konstruktif sehingga membangkitkan reaksi positif terhadap
temuan dan rekomendasi yang diajukan.
B.
OPINI AUDIT
1.
Pengertian Opini Audit
Opini audit adalah pernyataan auditor terhadap
kewajaran laporan keuangan dari entitas yang telah diaudit. Kewajaran ini
menyangkut materialitas, posisi keuangan, dan arus kas. Opini audit ini lah
yang menjadi “terjemahan” laporan keuangan yang digunakan oleh pengguna laporan
keuangan dalam mengambil keputusan untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Menurut (Halim, 2013), yang dimaksud dengan opini audit
adalah: “Opini audit merupakan kesimpulan kewajaran atas informasi yang telah diaudit.
Dikatakan wajar dibidang auditing apabila bebas dari keraguankeraguan dan
ketidakjujuran (free from bias and
dishonesty), dan lengkap informasinya (full
disclosure).Hal ini tentu saja masih dibatasi oleh konsepmaterialitas”.
Mulyadi (2002) mengatakan ada lima opini auditor, berikut
ini adalah kelima opini tersebut:
a.
Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Laporan
keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu
organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU), jika memenuhi
kondisi berikut ini:
1)
PABU umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan.
2)
Perubahan penerapan PABU dari periode ke periode telah
cukup dijelaskan.
3)
Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah
digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan
PABU.
b.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa
Penjelas (Unqualified Opinion With Explanatory Language)
Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf
penjelas dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa
pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan
setelah paragraf pendapat.
c.
Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Jika auditor menjumpai kondisi-kondisi berikut ini, maka
ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit.
1)
Lingkup audit dibatasi klien.
2)
Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting
atau tidak dapat memperoleh informasi penting, karena kondisi-kondisi yang berada
diluar kekuasaan klien maupun auditor.
3)
Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan PABU.
d.
Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar
tanpa pengecualian. Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan
keuangan klien tidak disusun berdasarkan PABU sehingga tidak menyajikan secara
wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan saldo laba, dan arus kas
perusahaan klien.
e.
Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak
memberikan pendapat adalah:
1)
Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup
audit.
2)
Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan
kliennya.
2.
Dasar Pertimbangan Perumusan Opini
Mmenurut Yulianto (2010: 2), terdapat 3 (tiga konsep pokok
yang menjadi dasar perumusan opini,
yaitu kecukupan bukti audit, salah saji, dan materialitas. Ketiga unsur
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Kecukupan Bukti Audit
Dalam pelaksanaan tugasnya, auditor wajib mengumpulkan
bukti yang kompeten melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi
sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Auditor dapat menyatakan bahwa ia tidak mampu mengumpulkan bukti atau
menyimpulkan tidak ada bukti lain yang diperoleh selama penugasan karena tiga
hal, yaitu:
1)
Keadaan di luar kendali entitas, contohnya seperti
catatan akuntansi telah disita oleh aparat pemerintah dalam waktu yang tidak
dapat ditentukan (misalnya kejaksaan atau kepolisian).
2)
Keadaan terkait sifat dan waktu penugasan, contohnya
seperti auditor yang menentukan bahwa penerapan prosedur substantif saja tidak
cukup, tapi pengendalian entitas tidak efektif.
3)
Pembatasan oleh manajemen, contohnya seperti manajemen
yang melarang auditor untuk menghitung persediaan.
b.
Salah Saji
Dalam pendahuluan Standar Pemeriksaan dinyatakan bahwa
yang menjadi inti pemeriksaan keuangan adalah soal penilaian mengenai ada
tidaknya salah saji (misstatement)
dalam pelaporan keuangan. Berbekal pengertian ini, banyak auditor keuangan
kemudian secara terang-terangan berusaha mengumpulkan kesalahan perhitungan dan
pencatatan akuntansi, yang merupakan bentuk salah saji, dan temuan-temuan lain
yang terkait salah saji dalam laporan keuangan yang tengah mereka audit.
c.
Materialitas
Hal yang ketiga yang perlu dipertimbangkan auditor dalam
menyimpulkan opini atas laporan keungan di samping kecukupan bukti dan salah
saji, adalah materialitas. Metrialitas merupakan konsep sentral dalam audit keuangan
karena menjadi tolok ukur dalam menentukan derajat salah saji yang terjadi
dalam pelaporan keuangan. Sebuah salah saji dapat dikatakan material apabila
kesalahan penyajian tersebut dapat mempengaruhi keputusan yang diambil oleh
pengguna laporan”.
Referensi:
Halim. 2013. Auditing :
Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan
Percetakan STIM YKPN.
Mulyadi.2002.Auditing.Jakarta: Selamba Empat
Rustendi,
T.2017. Audit Internal: Prinsip dan
Teknik Audit Berbasis Risiko. Bandung: Mujahid Press.
Yulianto,
Eko. 2010. Dasar Pertimbangan Dan Proses
Perumusan Opini Dalam Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Daerah. Sulawesi
Tenggara: BPK Perwakilan Sulawesi Tenggara.
baik, tingkatkan dan perluas lagi,ada perubahan yang baik di sini
BalasHapusbagus bagus terusin bagusnya ya
BalasHapus