Minggu, 11 April 2021

PELAPORAN AUDIT DAN PENDAPAT AUDIT

 



PELAPORAN AUDIT DAN PENDAPAT AUDIT

 

A.    PELAPORAN AUDIT

1.   Pengertian Laporan Audit

Laporan audit adalah media formal yang digunakan oleh auditor dalam mengkomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan tentang kesimpulan atas laporan keuangan yang di audit. Dalam menerbitkan laporan audit, auditor harus memenuhi empat standar pelaporan yang ditetapkan dalam standar auditing yang berlaku umum.

Laporan audit adalah suatu media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya. Dalam laporan tersebut auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan auditan (Mulyadi, 2002).

Laporan hasil audit adalah merupakan salah satu tahap paling penting dan akhir dari suatu pekerjaan audit. (Halim, 2013) dalam setiap tahap audit akan selalu terdapat dampak psikologis bagi auditor maupun audit. Dampak psikologis dalam tahapan persiapan audit dan pelaksanaan audit dapat ditanggulangi pada waktu berlangsungnya audit. Tetapi dampak psikologis dari laporan hasil audit, penanggulangannya akan lebih sulit karena:

a.       Waktu audit sudah selesai

b.      Laporan merupakan salah satu bentuk komunikasi tertulis, formal, sehingga auditor tidak dapat mengetahui reaksi audit secara langsung. 

c.     Laporan telah didistribusikan kepada berbagai pihak sehingga semakin banyak pihak yang terlibat.

Menurut (Rustendi, 2017) guna menghindari kesalahan atau kelalaian, misalnya kekeliruan dalam interpretasi atau informasi penting atau substansial yang tidak disajikan sebagaimana mestinya, maka draft laporan hasil audit berikut hasil pembahasan dengan manajemen audit dalam post audit meeting, harus direview dan disetujui oleh kepala bagian audit internal. Review yang dimaksud meliputi aspek:

a.              Konsistensi hasil audit dengan ruang lingkup dan tujuan penugasan audit.

b.             Kualitas kesimpulan dalam menjawab masalah yang memiliki tautan ke risiko signifikan dan prioritas strategis organisasi.

c.              Kesesuaian pelaksanaan penugasan dengan standar audit yang berlaku, termasuk kepatuhan auditor terhadap kode etik profesi.

d.             Kesesuaian pendapat dengan kesimpulan hasil audit dan temuan audit yang didukung dengan bukti audit yang meyakinkan.

e.              Tanggapan manajemen audit (bila ada) berkenaan dengan temuan audit dan kesimpulannya.

f.              Proporsionalitas informasi yang disajikan dalam laporan hasil audit yang berkenaan dengan temuan audit yang bersifat positif dan temuan audit yang bersifat negatif berupa eksepsi dan defisiensi, serta objektivitas dalam menyajikan kesimpulan dan pendapat (Rustendi, 2017).

 

2.   Karakteristik Laporan Hasil Audit Internal

Karakteristik yang harus dipenuhi oleh suatu laporan hasil audit yang baik ialah:

a.              Arti Penting

Hal – hal yang dikemukan dalam laporan hasil audit harus merupakan hal yang menurut pertimbangan auditor cukup penting untuk dilaporkan. Hal ini perlu ditekankan agar ada jaminan bahwa penerima laporan yang waktunya sangat terbatas akan menyempatkan diri untuk membaca laporan tersebut.

b.             Tepat-waktu dan kegunaan laporan

Kegunaan laporan merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, laporan harus tepat waktu dan disusun sesuai dengan minat serta kebutuhan penerimaan laporan, terlepas dari maksud apakah laporan ditujukan untuk memberikan informasi atau guna merangsang dilakukannya tindakan konstruktif.

c.       Ketepatan dan kecukupan bukti pendukung

Ketepatan laporan diperlukan untuk menjaga kewajaran dan sikap tidak memihak sehingga memberikan jaminan bahwa laporan dapat diandalkan kebenarannya. Laporan harus bebas dari kekeliruan fakta maupun penalaran. Semua fakta yang disajikan dalam laporan harus didukung dengan bukti–bukti objektif dan cukup, guna membuktikan ketepatan dan kelayakan hal-hal yang dilaporkan.

d.      Sifat menyakinkan

Temuan, kesimpulan dan rekomendasi harus disajikan secara menyakinkan dan dijabarkan secara logis dari fakta–fakta yang ditemukan. Informasi yang disertakan dalam laporan harus mencukupi agar menyakinkan pihak penerima laporan tentang pentingnya temuan–temuan, kelayakan kesimpulan serta perlunya menerima rekomendasi yang diusulkan.

e.       Objektif

Laporan hasil audit harus menyajikan temuan–temuan secara objektif tanpa prasangka, sehingga memberikan gambaran (perspektif) yang tepat.

f.       Jelas dan sederhana

Agar dapat melaksanakan fungsi komunikasi secara efektif, pelaporan harus disajikan sejelas dan sesederhana mungkin. Ungkapan dan gaya bahasa yang berlebihan harus dihindari. Apabila terpaksa menggunakan istilah–istilah teknis atau singkatan–singkatan yang tidak begitu lazim, harus didefinisikan secara jelas.

g.      Ringkas

Laporan hasil audit tidak boleh lebih panjang dari pada yang diperlukan, tidak boleh terlalu banyak dibebani rincian (kata-kata, kalimat, pasal atau bagian-bagian) yang tidak secara jelas berhubungan dengan pesan yang ingin disampaikan, karena hal ini dapat mengalihkan perhatian pembaca, menutupi pesan yang sesungguhnya, membingungkan atau melenyapkan minat pembaca laporan.

h.      Lengkap

Walaupun laporan sedapat mungkin harus ringkas namun kelengkapannya harus tetap dijaga, karena keringkasan yang tidak informative bukan suatu hal yang baik. Laporan harus mengandung informasi yang cukup guna mendukung diperolehnya pengertian yang tepat mengenai hal-hal yang dilaporkan. Untuk itu perlu diserahkan informasi mengenai latar belakang dai pokok-pokok persoalan yang dikemukakan dan memberikan tanggapan positif terhadap pandangan-pandangan pihak objek audit atau pihak lain yang terkait. Dalam bahasa yang lain, dapat dinyatakan bahwa laporan hasil audit seyogyanya mempunyai karakteristik: accurate, clear and concise, complete, objective, constructive, dan prompt.

i.        Nada yang konstruktif

Sejalan dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu pelaksanaan kegiatan dari objek audit, maka laporan hasil audit harus disusun dengan nada konstruktif sehingga membangkitkan reaksi positif terhadap temuan dan rekomendasi yang diajukan.

 

B.     OPINI AUDIT

1.      Pengertian Opini Audit

Opini audit adalah pernyataan auditor terhadap kewajaran laporan keuangan dari entitas yang telah diaudit. Kewajaran ini menyangkut materialitas, posisi keuangan, dan arus kas. Opini audit ini lah yang menjadi “terjemahan” laporan keuangan yang digunakan oleh pengguna laporan keuangan dalam mengambil keputusan untuk kelangsungan hidup perusahaan.

Menurut (Halim, 2013), yang dimaksud dengan opini audit adalah: “Opini audit merupakan kesimpulan kewajaran atas informasi yang telah diaudit. Dikatakan wajar dibidang auditing apabila bebas dari keraguankeraguan dan ketidakjujuran (free from bias and dishonesty), dan lengkap informasinya (full disclosure).Hal ini tentu saja masih dibatasi oleh konsepmaterialitas”.

 

Mulyadi (2002) mengatakan ada lima opini auditor, berikut ini adalah kelima opini tersebut:

a.         Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU), jika memenuhi kondisi berikut ini:

1)        PABU umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan.

2)        Perubahan penerapan PABU dari periode ke periode telah cukup dijelaskan.

3)        Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan PABU.

b.                Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion With Explanatory Language)

Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat.

 

c.             Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)

Jika auditor menjumpai kondisi-kondisi berikut ini, maka ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit.

1)        Lingkup audit dibatasi klien.

2)        Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting, karena kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor.

3)        Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan PABU.

d.            Tidak Wajar (Adverse Opinion)

Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan PABU sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan saldo laba, dan arus kas perusahaan klien.

e.         Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)

Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah:

1)        Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit.

2)        Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.

 

 

2.      Dasar Pertimbangan Perumusan Opini

Mmenurut Yulianto (2010: 2), terdapat 3 (tiga konsep pokok yang  menjadi dasar perumusan opini, yaitu kecukupan bukti audit, salah saji, dan materialitas. Ketiga unsur tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a.         Kecukupan Bukti Audit

Dalam pelaksanaan tugasnya, auditor wajib mengumpulkan bukti yang kompeten melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Auditor dapat menyatakan bahwa ia tidak mampu mengumpulkan bukti atau menyimpulkan tidak ada bukti lain yang diperoleh selama penugasan karena tiga hal, yaitu:

1)      Keadaan di luar kendali entitas, contohnya seperti catatan akuntansi telah disita oleh aparat pemerintah dalam waktu yang tidak dapat ditentukan (misalnya kejaksaan atau kepolisian).

2)      Keadaan terkait sifat dan waktu penugasan, contohnya seperti auditor yang menentukan bahwa penerapan prosedur substantif saja tidak cukup, tapi pengendalian entitas tidak efektif.

3)      Pembatasan oleh manajemen, contohnya seperti manajemen yang melarang auditor untuk menghitung persediaan.

b.        Salah Saji

Dalam pendahuluan Standar Pemeriksaan dinyatakan bahwa yang menjadi inti pemeriksaan keuangan adalah soal penilaian mengenai ada tidaknya salah saji (misstatement) dalam pelaporan keuangan. Berbekal pengertian ini, banyak auditor keuangan kemudian secara terang-terangan berusaha mengumpulkan kesalahan perhitungan dan pencatatan akuntansi, yang merupakan bentuk salah saji, dan temuan-temuan lain yang terkait salah saji dalam laporan keuangan yang tengah mereka audit.

c.         Materialitas

Hal yang ketiga yang perlu dipertimbangkan auditor dalam menyimpulkan opini atas laporan keungan di samping kecukupan bukti dan salah saji, adalah materialitas. Metrialitas merupakan konsep sentral dalam audit keuangan karena menjadi tolok ukur dalam menentukan derajat salah saji yang terjadi dalam pelaporan keuangan. Sebuah salah saji dapat dikatakan material apabila kesalahan penyajian tersebut dapat mempengaruhi keputusan yang diambil oleh pengguna laporan”.

 

Referensi:

Halim. 2013. Auditing : Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN.

 

Mulyadi.2002.Auditing.Jakarta: Selamba Empat

Rustendi, T.2017. Audit Internal: Prinsip dan Teknik Audit Berbasis Risiko. Bandung: Mujahid Press.

Yulianto, Eko. 2010. Dasar Pertimbangan Dan Proses Perumusan Opini Dalam Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Daerah. Sulawesi Tenggara: BPK Perwakilan Sulawesi Tenggara.


2 komentar: